Negara Indonesia merupakan Negara
yang kaya dengan berbagai macam kekayaan alamnya, salah satu di antaranya
adalah lautan yang begitu luas yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Bahkan beberapa Pulau-pulau di Indonesia berada di tengah-tengah laut. Negara
Indonesia sendiri dikelilingi oleh laut, karena diapit oleh dua Samudera besar,
yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Hal tersebut tidak membuat aneh
jika salah satu mata pencarian penduduknya adalah sebagai nelayan.
Tidak aneh
jika masyarakat Indonesia dahulu dikenal dengan kemampuan dalam mengarungi
lautnya. Banyak di antara masyarakat yang bertempat tinggal di pesisir pantai
yang mengandalkan hasil tangkapan laut sebagai pemenuh kebutuhan mereka
sehari-hari. Sebagai seorang nelayan, kebutuhan akan banyaknya ikan tangkapan
merupakan impian bagi para nelayan.
Seperti halnya di tempat penulis
yang berada di pesisir Pantai Utara (Pantura) Laut Jawa tepatnya di Desa Muara
Blanakan Subang yang sebagian masyarakatnya memang mengandalkan penghasilan
mereka melalui penangkapan ikan di laut. Ayah penulis dahulu berprofesi sebagai
nelayan dan memiliki sebuah perahu. Namun, karena kondisi fisik yang tidak
memungkinkan lagi, maka ayah pun berhenti sebagai nelayan. Akan tetapi kakek
penulis sampai saat ini, masih setia dengan profesinya sebagai nelayan.
Sebagian tempat tinggal para nelayan mungkin dianggap kumuh dan
tidak tertata dengan baik. Bau amis ikan tercium di mana-mana. Akan tetapi
rutinitas penjualan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan bagian
terpenting dalam menunjang ketersediaan pasokan ikan di Indonesia.
Peran pemerintah dalam mewujudkan desa nelayan yang mandiri memang
sangat dibutuhkan. Bukan hanya dukungan secara moril,
akan tetapi bantuan material dan program-program yang mampu mnyejahterakan
para nelayan.
Pemerintah dapat mewujudkan desa nelayan yang mandiri dan sejahtera,
yaitu dengan membuat langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk
membangun desa nelayan. Di antara itu adalah mempermudah akses sarana
transportasi untuk masyarakat agar kendaraan para nelayan atau pengepul ikan atau
pedagang dari kota-kota besar dapat dengan mudah menuju desa nelayan untuk mempermudah
transaksi jual beli ikan hasil tangkapan
para nelayan.
Langkah selanjutnya adalah dengan
membangun koperasi nelayan yang dapat membantu para nelayan dalam mengelola
keuangan mereka. Karena diakui atau tidak dalam 12 bulan belum tentu dapat
digunakan sepenuhnya untuk menangkap ikan. Karena faktanya musim tambeng
(bahasa Jawa) atau angin Barat tidak bisa dipastikan kapan datangnya. Sehingga banyak nelayan
yang akhirnya tidak bisa melaut selama berbulan-bulan menganggur di rumah.
Dengan adanya koperasi nelayan itu, setidaknya akan dapat membuat para nelayan
menabung sedikit demi sedikit sehingga ketika mereka tidak melaut, mereka masih
dapat meminjam uang ke koperasi itu, atau bahkan koperasi dapat membuat usaha
alternatif bagi para nelayan untuk mengantisipasi kondisi tidak melautnya para
nelayan itu.
Setelah sarana transportasi
terpenuhi, fasilitas yang harus dibangun kemudian adalah sarana-sarana yang
dapat menunjang kemajuan dan keberlangsungan hidup para nelayan. Seperti SPBU
di dekat tempat tinggal para nelayan dengan pasokan solar yang memadai dan
harga yang dapat terjangkau oleh para nelayan. Kemudian perlu kiranya merapikan
atau membangun pasar ikan sebagai tempat kedua bagi para nelayan untuk menjual
ikan hasil tangkapannya selain dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
Pemerintah juga berperan dalam mengawasi stabilitas harga ikan sehingga para
nelayan tidak merugi ketika menjual ikan hasil tangkapannya. Yang terakhir
melakukan agenda pasar murah dengan menjual sembako kepada para nelayan dengan
harga yang terjangkau. Dengan berbagai kemudahan baik pada segi akses dan
fasilitas bagi para nelayan, maka akan menciptakan desa nelayan yang mandiri
dan sejahtera untuk memajukan para nelayan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar