Penulis :
Prof.Dr.Abdul Hadi W.M
Penerbit : Sadra Press
Tahun
terbit : 2014
Jenis
buku : Non-Fiksi
Tebal : 236
Halaman
Pada
abad ke-6 SM, Homeros mengenalkan istilah hermeneutika dalam peradaban Yunani.
Setelah satu abad kemudian Plato menggunakannya. Kemudian menyusul Aristoteles.
Hermeneutika, atau sebagaimana menurut Mircea Eliade sebagai seni menafsir,
yang di dalamnya terdapat tiga komponen penting yang tidak dapat dipisahkan,
yaitu teks, penafsir, dan pembaca.
Di belahan dunia, hermeneutika juga mulai bermunculan. Di Cina, hermeneutika telah muncul sekitar abad ke-5-3 SM. Sementara di India, tradisi hermeneutika telah muncul sejak abad ke-8 SM. Sedangkan Di Eropa, sampai abad ke-18 M, hermeneutika hanya berkutat sebagai teori penafsiran teks kitab keagamaan.Dalam Islam sendiri, diperkenalkanlah ta’wil yang merupakan bentuk dari penafsiran sama dengan tafsir. Pada abad ke-9 dan 10 M, oleh Sahl al-Tustari dan Sulami.
Pada akhirnya kata hermeneutika itu sendiri mulai digunakan lagi sebagai
peristilahan penting pada lebih setengah abad yang lalu untuk mencirikan
bentuk-bentuk penelitian dan penafsiran yang menolak konsep tradisional dari
penelitian sebelumnya yang didasarkan atas pemikiran posivistik ilmu
pengetahuan modern.
Buku:
Hermeneutika Sastra Barat & Timur tak cuma mengupas panjang lebar persoalan
hermeneutika, yang telah digunakan setengah abad yang lalu dan setelah empat
dasawarsa kembangkitannya kembali, barulah hermeneutika menampakan keeksisannya dalam dunia
ilmu pengetahuan. Namun, penulis juga menjelaskan hubungan dan kolaborasi
hermeneutika dengan nilai estetika sastra baik di barat maupun di timur.
Sebagai
akademisi dan budayawan, Abdul Hadi menjelaskan betapa hermeneutika sastra mempengaruhi
agama dan kebudayaan suatu bangsa. Khususnya islam dan hindu. Beliau mengatakan “kita tahu bahwa melalui karya
sastralah cita-cita budaya dan falsafah hidup suatu bangsa, begitu pula sistem
nilai dan pandangan dunia (weltanschauung)-nya disebarkan dan meresap dalam kehidupan
khalayak luas.”
Tapi
sebagai sastrawan, ia mengupas hermeneutika dengan nilai estetika sastra dan
mengupas sejarah dan nilai-nilai dari sastra yang di ungkapkan oleh para
cendikiawan muslim khususnya Ulama Nusantara di antaranya adalah Hamzah Fansuri.
Beliau sendiri mengatakan dalam bukunya
itu “Estetika memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia dan sejarah
peradaban, khususnya dalam membentuk tradisi kebudayaan suatu umat atau kaum.”
Dalam
dunia islam sendiri, muncul tafsir dan ta’wil sebagai penafsiran
yang dikenal dalam dunia islam cukup mempengaruhi peradaban islam. Saat para sufi
dan filosof besar islam menggunakan penafsiran untuk menafsirkan teks-teks
agama dan mengaktualisasikannya dalam sastra yang bernilai estetika bahasa. Dalam
tradisi intelektual Islam, persoalan sastra dan puitika dibahas bersama-sama
dengan pembahasan linguistik, retorika (balaghah) dan memunculkan kaidah-kaidah
kebahasaan seperti nahwu dan sharaf.
Di India, para sastrawan melahirkan sastra-sastra hindu seperti kisah Mahabharata
dan Ramayana, serta Bhagavad Gita. Mereka juga menafsirkan kitab veda
dalam konteks tertentu. Dalam peradaban Hindu, persoalan menyangkut seni
dibicarakan dalam Upaveda dan Vedanga, kitab-kitab yang merupakan turunan dari
Veda.
Sastra
yang indah memang sarat akan makna. Hingga perlu penafsiran pada setiap karya
sastra agar terhindar dari kesalah pahaman. Sastra baik di eropa, cina, india
dan islam sangat berperan dan memiliki tempat di hati setiap manusia. Karya
sastra sangat di nikmati oleh para penikmat sastra. Sastra telah melahirkan
banyak pujangga dan ahli sastra. Dan sebagian dari mereka menafsirkan setiap
bait sasta yang perlu untuk diperjelas lagi.
Buku
ini memang sedikit rumit, dan susah di pahami bagi kalangan pemula. Kita harus terlebih
dahulu mengenal istilah-istilah yang digunakan dalam buku ini. Dan tentu saja
kelebihannya adalah, kita akan dibawa menyelami hermeneutika sastra secara
mendalam dan dikupas tuntas secara mendetail.

Komentar
Posting Komentar